(sumber gambar flickr.com)
Ayah.
Ayah. Kau selalu setia memakai motor tua-mu, padahal jika kau mau, kau bisa memakai motor karismaku atau motor
matic terbaru punya ibu. Tapi kau tetap setia dengan motor tuamu.
Alasanmu sederhana, motor tua itu adalah warisan dari ibumu yang tidak
lain adalah nenekku. Jadi kau tetap memakainya sebagai tanda
penghormatan kepada almarhum ibumu.
Ayah. Kau tidak bisa
marah kepada kami, jika kami punya salah, kau hanya diam. Alasanmu
sederhana, karena ketika engkau kecil, kau berkata tidak pernah dimarahi
ayahmu, sebab ketika kau kecil sudah menjadi seorang yatim tanpa ayah.
Aku ingat saat aku kecil pernah membuat kau marah, disebabkan aku tetap
menangis di kamar karena tidak diperbolehkan menonton TV. Sejak saat itu
aku berjanji tidak akan membuatmu marah lagi kepadaku.
Ayah. Kau selalu bercerita kepada kami
bahwa kau dulu saat kau sekolah, kau sangat pintar dan selalu juara
kelas, bahkan gurumu pun menyuruh kamu untuk akselerasi. Sehingga kau
lulus pendidikan SD selama 5 tahun pada waktu itu. Hal itu kau ceritakan
untuk memotivasi kami agar bersekolah setinggi mungkin. Alasanmu
sederhana, karena kau hanya sekolah sampai lulusan SD, disebabkan
ketiadaan biaya.
Ayah. Aku mewarisi rambut hitam dan
lebatmu. Aku mewarisi kulit coklatmu, namun aku tahu karena apa kulitmu
menjadi coklat. Alasanmu sederhana, kulitmu menjadi coklat karena kau
waktu muda pernah berdagang asongan di Jakarta untuk menghidupi dirimu.
Ayah.
Ketika kita berdiskusi tentang pencak silat, kau memperlihatkan padaku
beberapa jurus yang kau pelajari dahulu, namun saat aku ingin belajar
pencak silat darimu, namun engkau mencegahnya. Alasanmu sederhana,
engkau tak ingin aku menjadi orang yang menyelesaikan masalah dengan
berkelahi.
Ayah. Kau tidak pernah mengeluh terhadap
apapun, bahkan ketika kau sakit kau selalu menutupinya sehingga kami
sekeluarga tidak mengetahuinya, kecuali ketika sakitmu sudah parah.
Alasanmu sederhana, kau tidak ingin membuat kami khawatir kepadamu. Tapi
kami ingat ayah ketika kamu beberapa tahun lalu sakit keras, bahkan
kami melihat engkau sudah tidak bernafas, ibu sudah menangis
sejadi-jadinya. Orang-orang sudah menyangka engkau meninggal dunia. Aku
terburu buru pulang untuk melihat engkau dan menangis di sisimu. Tapi
ternyata Allah masih mengembalikan engkau kepada kami, sehingga engkau
masih bersama kami hingga saat ini.
Ayah. Aku ingat cerita
saat kau dan ibu menikah. Kau dihampiri oleh guru ngaji ibu yang
berkata kepadamu, bahwa kau sangat beruntung menikahi ibu yang pintar
mengaji. Dan dilain tempat, ternyata ibu dihampiri oleh guru ngajimu dan
berkata kepada ibu, bahwa ibu telah beruntung dinikahi olehmu yang
pintar mengaji. Aku ingin menangis waktu itu dan ingin berkata kepada
dunia, bahwa aku beruntung bisa dilahirkan oleh orang tua seperti
kalian.
Ayah. Kau mengajarkan kesederhanaan, keikhlasan,
tidak ambisi kekuasaan, keteladanan. Kau memang jarang menyuruh kami
shalat berjamah di masjid, mungkin hanya sesekali kau menegur kami. Tapi
kau selalu datang shalat berjamaah di masjid, sehingga membuat aku dan
adikku berusaha belajar dan mengikuti untuk shalat berjamaah di masjid.
Ayah.
Kadang aku memperhatikanmu, ketika tetangga ada yang mengadakan
hajatan, kau pasti didaulat menjadi pembaca doa. Ketika pak haji yang
biasa mengimami di masjid berhalangan hadir, kau pasti yang diminta
untuk menjadi imam shalat jamaah kami. Hal ini membuat ku berjanji,
kelak untuk menghadiahkanmu sebuah peci putih, tanda kau sudah berhaji
ke tanah suci.
Ayah. Doakan aku agar bisa menjadi ayah sepertimu.
ceeep, cerita ini bikin nangis banget deh..
BalasHapuskeren! smoga ayahnya cepi sehat terus ya..