Kamis, 17 Januari 2013

Ekspedisi 3078 mdpl

Puncak Ciremai (dok.pribadi)

"Kebersamaan lebih indah daripada puncak"
-Quote di salah satu papan petunjuk menuju puncak-

Setelah menjelajah Kawah Ratu diantara tebaran sulfur puncak Halimun, sesudah menjejak pasir pasir hitam di angkuhnya Anak Krakatau. Maka sekarang saya bercerita tentang ekspedisi menjadi orang tertinggi di tanah Jawa Barat.

Ciremai, terletak kokoh didekat kota Cirebon. Perjalanan yang dimulai dengan menaiki bus antar kota Jakarta-Kuningan jam 11 malam dari kampung Rambutan.
Enam jam. Waktu yg diperlukan untuk mencapai Terminal Harjamukti, Cirebon. Pukul 05.23. Aneh, karena rumah saya di kelurahan Harjamukti, Depok dan sekarang berada di terminal Harjamukti, Cirebon. Dari Harjamukti ke Harjamukti, salah satu hal misteri di dunia dimana saya ingin mengetahui adakah hubungan antara Harjamukti Depok dengan Cirebon?



Setelah menurunkan penumpang, maka bus kami menuju Kuningan. Jalan menuju titik pendakian jalur pendakian Palutungan sangat indah. Samar samar garis pantai Cirebon terlihat di segarnya udara pagi ini.
Setelah sampai di Kuningan, perjalanan di lanjutkan dengan angkot menuju pos pendakian Ciremai jalur Palutungan, Desa Cisantana Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan di ketinggian 1100 mdpl. Disinilah basecamp untuk persiapan terakhir sebelum berangkat, setelah mendapat SIMAKSI dari petugas BTNGC (Balai Taman Nasional Gunung Ciremai) maka pukul 9 pagi hari sabtu tanggal 29 desember 2012, Bismillah kita berangkat.

Pos pertama yang harus dicapai yakni Cigowong, yg merupakan satu satunya sumber air di bawah karena tidak ada lagi sumber air di pos pos selanjutnya. Perjalanan ke Cigowong pun memakan waktu lebih dari 3 jam, setelah melewati peternakan sapi, perkebunan sayur, padang ilalang, serta hutan pinus. Di Cigowong kami istirahat, makan plus shalat Jama.

Perjalanan selanjutnya berturut turut mulai memasuki vegetasi hutan tropis, melintasi alat detektor macan, naik turun lembah dengan membawa ransel penuh air.
Hampir setiap pos kami beristirahat, dari 13 orang terdapat 5 perempuan yg ikut tim kami.
Berturut turut pos demi pos kami lewati, mulai dari Kuta - Pangguyangan Badak - Arban. Di Arban kami bertemu pendaki lain yang berkemah disana. Konon pos Arban terkenal angker, sampai sampai ada papan peringatan Dilarang Bicara Sembarangan.
Setelah istirahat sejenak, kami melanjutkan perjalanan ke pos selanjutnya yakni Tanjakan Assoy, sesuai namanya untuk kesana kita menanjak terus di jalur air yang curam, bahkan salah satu dari kami sempat terjatuh, menyebabkan kakinya terkilir. Dikarenakan hari sudah mulai gelap, dan ada yang terluka maka kami memutuskan berkemah di pos Tanjakan Assoy.

Setelah menggelar kemah, maka kami mulai membuat makan malam. Dan ternyata stok logistik melimpah ruah (salah satu keuntungan membawa anggota tim perempuan)
beberapa dari kami ada yang menunjukan kebolehannya memasak. Salah satu laki laki memasak nasi liwet yang enak sekali. Dan satu perempuan mencoba memasak nasi. (Perhatikan kawan, saya selalu percaya bahwa laki laki lebih hebat memasak dibanding perempuan) #nooffense :p
Saya sendiri memilih makan roti saja, karena takut tar "nyemak" lagi digunung kalo makan nasi. Oiya satu lagi kawan, jangan lupa ganti baju, saya sendiri ganti baju setelah baju saya basah lepek oleh keringat, ini bukan untuk kenyamanan tapi untuk keselamatan. Karena suhu badan yang panas saat mendaki, ketika kita istirahat akan merasakan dinginnya baju yg basah. Jika tdk segera diganti maka suhu tubuh yg tadinya panas langsung drop turun, dan mengakibatkan hypotermia. Saya baca berita beberapa hari setelah saya turun dari gunung Ciremai, ada pendaki yang meninggal saat turun karena hypotermia di pos Cigowong.

Setelah makan, ganti baju dan shalat kami sepakat melanjutkan pendakian esok pagi. Hujan turun gerimis dan masing-masing dari kita memilih istirahat di tenda. Ada 3 tenda, 2 tenda untuk laki laki yg masing masing diisi 4 orang dan 1 tenda untuk perempuan yg diisi 5 orang.
Seiring malam, ternyata hujan bertambah deras. 1 tenda perempuan dan 1 tenda laki laki kebanjiran. Sedang tenda saya sendiri hanya basah di ujung dan tengah. Beberapa laki laki yg di tenda satunya memindahkan tenda perempuan di tengah hujan di tengah hutan di malam gelap gulita. What a heroic moment. :')
hujan baru reda jam 12an malam, kami pun baru tertidur lelap selepas jam 12.

Jam 04.30 kami bangun setelah shalat shubuh, kami bersiap menuju puncak. Kami sepakat tenda dan peralatan lain kita tinggalkan di pos, kami hanya membawa logistik seadanya. Setelah sarapan pukul 05.30 kami berangkat, karena tidak membawa ransel, perjalanan pun lebih mudah. Menikmati udara segar pagi hutan ciremai ditemani semaraknya kicauan burung burung.
Indah. Hidup itu indah. Meski kita pasti punya masalah. Disini kita diingatkan bahwa Tuhan sangat besar memberikan kepada kita anugerah.

Pos demi pos makin mendekatkan kami ke puncak. Pos pesanggrahan masih banyak tanaman tinggi, tapi mendekati pos Goa Walet, vegetasi mulai berubah. Tanaman perdu dimana mana, edeilweiss tak lupa terlihat.
Melewati pos goa walet pemandangan sangat menakjubkan. Terlihat gunung Slamet dari kejauhan. Desa desa kecil di kuningan.
Dan sekitar jam 10.10 saya sampai di puncak ciremai kawan.
Kau tahu kawan, kenikmatan terasa lebih indah saat kita menggapainya dengan berlelah lelah.

When the view changes, 
you know you've reached the top. 
Unless you pass out from altitude sickness, 
or someone beats you to the top, 
or you freeze to death.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

This Time for Africa

Gereja Christuskirche saat senja di Windhoek, Namibia If you get down get up, oh oh When you get down get up, eh eh Tsamina mina z...