sumber gambar : http://et.concord.org/
Seorang dosen memasuki kelas dengan membawa dua gelas aqua
dan dua buah spidol tanpa membawa textbook , penampilannya
pun sederhana dengan memakai kemeja putih lengan panjang dan itupun lengannya
digulung sampai siku serta kemeja yang tidak dimasukkan kedalam celana panjang
hitamnya. Tetapi mata kuliah yang dibawakan adalah mata kuliah yang
mendengarnya saja merupakan momok bagi sebagian mahasiswa fisika yakni Mekanika
Kuantum.
Dosen
tersebut mengajar dengan menurunkan rumus Mekanika Kuantum yang panjangnya
sampai – sampai dua papan tulis pun tak mampu memuat dan itu dilakukan tanpa melihat textbook
sama sekali, seolah-olah penurunan rumus yang jika ditulis di kertas HVS
bisa sampai berlembar-lembar sudah menempel di kepalanya. Diantara rumus –
rumus panjang tersebut terselip bab yang cukup menarik bagi saya, yakni tunneling
effect. Ketika sebuah partikel yang datang dengan energi lebih kecil
dibanding dinding potensial (potential barrier), maka partikel tersebut
akan dipantulkan, namun selain dipantulkan, ternyata ada partikel yang
diteruskan.
Dengan kata
lain, partikel dapat menembus dinding potensial meskipun energi kinetiknya
lebih kecil daripada dinding potensial. Hal ini tidak mungkin dalam
mekanika klasik. Adanya partikel berenergi lebih kecil yang dapat menembus
dinding potensial yang memiliki energi lebih besar, inilah yang dikenal dengan
sebutan efek terobosan (tunneling effect). Kita tidak akan
membahas kenapa hal tersebut bisa terjadi, tetapi kita mengambil pelajaran
bahwa alam mengizinkan kita untuk dapat menembus dinding penghalang didepan
kita meski energi yang kita punya lebih kecil dibanding dinding yang menjadi
penghalang kita.
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
(Q.S. Al Baqarah [2] : 284)
Sebuah ayat yang mengandung konsekuensi berat, dimana Allah
akan membuat perhitungan setiap perbuatan kita baik yang lahir maupun yang
tersembunyi dalam hati. “Tatkala ayat ini,” tutur Abu Hurairah, “Diturunkan
kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasalam, maka hal itu sangat menyulitkan
para sahabat beliau.” Abu Hurairah melanjutkan seperti yang diriwayatkan Imam
Ahmad.
“Mereka
menemui Rasulullah. Mereka berlutut seraya berkata, 'Ya Rasulullah, kami telah
dibebani berbagai amal yang dapat kami kerjakan seperti shalat, shaum, jihad,
dan sedekah. Sekarang ayat itu diturunkan kepada engkau, dan kami tak sanggup
mengamalkannya.'
Maka
Rasulullah bersabda, 'Apakah kamu hendak mengatakan apa yang telah dikatakan
oleh Ahli Kitab terdahulu, yaitu Sami'na wa ashoina (kami mendengar
namun kami mendurhakainya) ?'
Namun
katakanlah olehmu, 'Sami'na wa atho'na (kami mendengar dan kami
ta'at). Ghufranaka Rabbana wa ilaikal mashir (Ampunilah kami, ya Tuhan
kami. Dan kepada Engkau-lah tempat kembali.)'”
Inilah
mereka para shahabat yang menyadari energi mereka lebih kecil dibanding hukum
syari'at yang terasa berat namun tak mengendurkan mereka untuk taat. Inilah
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasalam yang mendapat pengaduan dari para
sahabatnya, tidak memberikan keringanan kepada mereka meski begitu Rasulullah
memberikan jalan keluar kepada para sahabat bagaimana cara melaluinya. Inilah
salah satu contoh Rasulullah sebagai Rahmatan lil Alamin.
Setelah mereka mengamalkan ayat itu dan lidah mereka sudah terbiasa dengan ucapan Sami'na wa atho'na, Ghufranaka Rabbana wa ilaikal mashir. Maka Allah menganugerahkan rahmat-Nya dengan menurunkan dua ayat agung selanjutnya.
Setelah mereka mengamalkan ayat itu dan lidah mereka sudah terbiasa dengan ucapan Sami'na wa atho'na, Ghufranaka Rabbana wa ilaikal mashir. Maka Allah menganugerahkan rahmat-Nya dengan menurunkan dua ayat agung selanjutnya.
“Rasul telah beriman kepada al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Rabb-nya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, dan Rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan) : 'Kami tidak membedakan-bedakan antara seorang pun (dengan yang lain) dari Rasul-rasul-Nya', dan mereka mengatakan : 'Kami dengar dan kami taat.' (Mereka berdoa) : 'Ampunilah kami ya Rabbana dan kepada Engkau-lah tempat kembali.'
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala dari (kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa),'Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami khilaf. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.”
(Q.S. Al Baqarah [2] : 285 - 286)
Dan
sekarang kita bisa meneladani para sahabat dalam bersusah payah menaati
syariat. Tatkala ayat pengharaman khamar turun, serta merta jalan – jalan kota
Madinah basah dibanjiri dengan persediaan khamar yang mereka tumpahkan dengan
suka rela. Sami'na wa atho'na. Ghufranaka Rabbana wa ilaikal mashir.
Tatkala ayat hijab turun, serta merta para muslimah menyambar apa saja kain didekat mereka untuk dijadikan hijab yang menutupi aurat mereka. Sami'na wa atho'na. Ghufranaka Rabbana wa ilaikal mashir.
Tatkala
ayat perubahan kiblat turun, serta merta mereka merubah arah shalat mereka 180
derajat dari menghadap utara ke Baitul Maqdis menuju arah selatan ke Baitullah
Ka'bah sehingga kita mengenal masjid Qiblatain (yang memiliki dua kiblat)
sebagai saksi sejarah ketaatan mereka. Sami'na wa atho'na. Ghufranaka
Rabbana wa ilaikal mashir.
Sesadar para sahabat, seberapapun kecil energi kita untuk taat, tembuslah batas tidak suka kita terhadap syariat. Hingga nanti, seberat apapun syariat, kita tetap bergairah untuk taat. Seperti yang alam contohkan, karena pilihannya hanya ada dua, memantul kembali ketika dihadapkan dengan syariat, atau menembus batas tidak suka untuk kemudian mendengar dan taat.
____________________________________________________________
“Wahai Yang Maha Kuasa, sesungguhnya aku telah berusaha menginsyafi Engkau sejauh kemampuanku. Aku memohon pengampunan-Mu.”
(Umar Khayyam)
Subhanallah..
BalasHapusAlhamdulillah..terimakasih ya Allah telah Kau Pertemukanku dgn blogger muda ini..
Keep sharing.
Jzkh khr.
Salam dr Eyang di NL.
Subhanallah... Jazakallah khr...
BalasHapusSubhanallah.. bimbing kami ya rabb dengan tiada batas..Aamiin
BalasHapusSubhanallah.. bimbing kami ya rabb dengan tiada batas..Aamiin
BalasHapusSami'na wa atho'na. Ghufranaka Rabbana wa ilaikal mashir.
BalasHapusAlhamdulillah... trimakasih
BalasHapusAlhamdulillah... ya Allah tunjukkanlah jalan yang Engkau Ridhoi
BalasHapusSami'na wa atho'na. Ghufranaka Rabbana wa ilaikal mashir.
Masya Allah.. artikelnya inspiratif Pak
BalasHapus